Tan Malaka : Tokoh Politik Sosialis Yang Terlupakan - Perspektif
Headlines News :
Home » » Tan Malaka : Tokoh Politik Sosialis Yang Terlupakan

Tan Malaka : Tokoh Politik Sosialis Yang Terlupakan

Written By DPTK sepetak on Rabu, 01 Desember 2010 | 11.41

Unsur-Unsur Penting Ajaran Tan Malaka
1. Ajaran Tan Malaka Tentang Dunia
Ajaran Tan Malaka tentang dunia dapat dirangkum dalam materialisme dialektis. Unsur-unsur dasar suatu realitas menurutnya adalah materi. Namun, menurut Tan Malaka materi itu bukanlah sesuatu yang statis melainkan sesuatu yang dinamis dan dapat berubah serta diperbarui sehingga perkembangannya dapat terwujud. Perkembangan itu, menurut Tan Malaka, hanya dapat terwujud jika manusia (bangsa Indonesia) melepaskan cara berpikir lama (logika mistika) dan mulai mengemban cara berpikir baru yakni menggunakan MADILOG(Materialisme, Dialektika, Logika). Dan dengan, mulai berpikir secara MADILOG maka menurut Tan Malaka Indonesia memasuki suatu era baru yakni era Indonesia merdeka dan sosialis, suatu era di mana cara berpikir lama (takhayul) ditumbangkan. 
Tan Malaka sendiri mengakui bahwa nilai-nilai yang berdasarkan MADILOG sebenarnya sudah lama berada dan hidup dalam sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia asli, menurutnya, sudah menggunakan cara berpikir yang dinamis dan rasional. Hal ini nyata dalam pengetahuan yang dimiliki oleh sebagian bangsa Indonesia dalam bidang pertukangan, pertanian, dan ilmu perbintangan. Menegaskan pernyataan di atas, Tan Malaka menyatakan bahwa:
...kepandaian membuat perkakas dari tembaga atau besi kepulauan ini, sudahlah pasti bahwa mereka tiada akan perdulikan perkakas lain selain dari yang dipakai saudara kita di Irian atau di Ulu Pahang, di Malaya atau di pegunungan Pulau Luzon hingga sekarang. 
Dengan demikian, Tan Malaka sesungguhnya mengafirmasi kenyataan bahwa sesungguhnya ada indikasi yang menunjukkan keaslian Indonesia. Indonesia asli, menurutnya adalah Indonesia yang dengan semangat teguh menjaga integritas dirinya, yang belum “bercampur dengan orang asing” atau sebagai zaman di mana “ketika bangsa Indonesia masih memilki harga diri yang tinggi”. 
Indonesia Asli menjadi rusak tatkala penjajah bercokol. Adanya kapitalisme dan imperialisme penjajah menimbulkan kemelaratan dan kemiskinan. Hal ini menimbulkan ketegangan dan ketegangan inilah yang menimbulkan dinamit, perjuangan menuju Indonesia baru, yakni Indonesia yang merdeka dan sosialis. 

2. Ajaran Tentang Negara
Tan Malaka, dalam bukunya yang berjudul “Pandangan Hidup”, memaparkan beberapa pengertian dasar tentang negara baik dari kalangan borjuis maupun marxis. Ia mengatakan bahwa konsep tentang negara merupakan hasil dari cara berpikir berdasarkan logika yang mengesampingkan pertentangan. Secara singkat ia menjelaskan bahwa, negara sosialis terbentuk karena adanya pertentangan kelas. Pertentangan tersebut terjadi karena perkembangan sebuah negara dengan adanya hukum dialektika yakni, sebagai tesis, antitesis dan sintesis. Sebagai tesis, Tan Malaka menyebutnya masyarakat yang berada atas dasar kepemilikan bersama atas alat-alat serta hasil produksi. Antitesisnya adalah masyarakat kapitalis yang mulai terpecah, karena kepemilikan hanya pada sekelompok orang (pemilik modal dan kaum borjuis). Dan, sebagai sintesisnya, ia menyebut masyarakat di seluruh dunia yang berjuang menuju masyarakat komunis modern. 
Berdasarkan argumentasi di atas, Tan Malaka menguraikan pengertian negara seperti yang dicetuskan para ahli borjuis seperti Kranenburg dan Krabbe (Belanda), serta Blackstone (Inggris). Menurut ahli borjuis di atas, negara adalah: “wilayah yang tertentu, didiami oleh rakyat (bangsa asli dan warga baru) tertentu di bawah kekuasaan (authority) yang sah dan tertentu pula”. 
Terhadap pengertian negara yang dicetuskan oleh ahli borjuis ini, ia memberikan penilaian bahwa pengertian negara semacam di atas merupakan defenisi yang berdasarkan pertimbangan logika. Gagasan tentang negara seperti ini, diakuinya berbeda dengan gagasan yang dikemukakan oleh Hegel. Menurut Tan Malaka, Hegel merumuskan pengertian negara dengan berangkat dari dialektika, yakni cara berpikir yang berdasarkan pertentangan. Pertentangan yang dipakai oleh Hegel adalah dialektika atas teori idealisme. Artinya, Hegel tidak memberikan definisi tentang negara berdasarkan dialektika yang berbasis pada teori kebendaan atau kenyataan (materialisme) seperti wilayah (territory), rakyat (people), dan kekuasaan (authority), melainkan dia merumuskan pengertian negara berdasarkan idealisme yang berkaitan dengan kesusilaan, (moral), akal (rede), dan paham (idea). Berdasarkan perumusan seperti ini, Hegel mendefinisikan negara sebagai berikut: 
pernyataan paham kesusilaan (moral)…atau gambaran dan kenyataan akal, …kerajaan Tuhan di dunia, di mana hakekat dan keadilan yang abadi dilaksanakan 
Berbeda dengan pemikiran Hegel, Engels merumuskan definisi negara dengan memakai dialektika atas teori kebendaan atau kenyataan (materialisme). Artinya, rumusan definisi negara berhubungan dengan kenyataan pada suatu negara, seperti wilayah, rakyat, dan kekuasaan. Berdasarkan rumusan ini, Engels menguraikan negara sebagai hasil dari pertentangan antara kelas dalam suatu wilayah negara. Dan, dalam bukunya yang berjudul Der Urspung der Familie, der Privateigentums und des State (1894), ia menguraikan secara lengkap hakekat negara sebagai berikut: 
…negara adalah hasil masyarakat pada suatu tingkat kemajuannya, dia (negara) adalah suatu pengakuan bahwa masyarakat ini sudah terlibat dalam pertentangan dengan dirinya sendiri sehingga tak dapat diselesaikan lagi sampai (negara) itu terbelah dua dalam pertentangan dendam dan kesumat yang tidak dapat disingkirkan lagi.
Supaya pertentangan dua kelas berdasarkan pertentangan kepentingan ekonomi ini jangan melenyapkan diri dan masyarakatnya oleh perjuangan sia-sia, maka perlu ada sesuatu kekuasaan yang rupanya seolah-olah berdiri di atas masyarakat untuk menjabarkan perjuangan itu dalam daerah ketentraman, maka negara perlu ada. 
Dari definisi-definisi tentang negara di atas, Tan Malaka percaya bahwa hadirnya sebuah negara merupakan sebuah imperatif untuk mengakomodir seluruh kepentingan warganya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa negara merupakan sebuah komunitas yang mengayomi, menjaga, mendorong perkembangan, dan melindungi warganya dari ancaman invasi pihak asing serta kekuasaan kaum kapitalis. Lebih jauh, sebuah negara yang ideal adalah negara yang memiliki birokrasi yang baik dan tentara yang tangguh. Dengan demikian, negara mesti lahir dan hadir atas dasar keprihatinan dan keberpihakan terhadap masyarakat demi terciptanya kesejahteraan umum. Karena itu, apabila kaum proletariat bertentangan dengan kaum borjuis, maka mereka mengakomodir semboyan buruh internasional “Kaum Buruh Sedunia, Bersatulah”, untuk membantu kaum buruh dalam menentang dan menumpas kaum kapitalis. 
Karena itu, Tan Malaka menegaskan bahwa bentuk negara yang baik adalah negara Republik dengan tekanan utamanya yakni membangun masyarakat sosialis. Dalam negara republik, aparatur pemerintahan yakni presiden dan para pembantunya bertugas membantu dan mendorong rakyat demi kemajuan di segala bidang kehidupan. Berhadapan dengan imperialisme dan kapitalisme, penguasa negara mesti mendorong kaum proletariat agar tidak berpangku tangan menanti keajaiban perubahan. Artinya, negara mengakomodir pergerakan menentang, melawan, dan menumpas rezim imperialisme dan kapitalisme. Dengan kata lain, penguasa negara adalah orang-orang yang tidak pro imperialisme dan non kapitalis.

2. Gaya Berpikir MADILOG Sebagai Kerangka Berpikir Menuju Masyarakat Indonesia Yang Merdeka dan Sosialis
Berpikir dengan menggunakan metode berpikir MADILOG, menurut Tan Malaka, merupakan sebuah upaya melawan cara berpikir kuno, penuh mistik dan yang masih dominan dengan takhayul-takhayul. MADILOG merupakan kerangka berpikir yang timbul berdasarkan kenyataan rill. Karena itu dapat dikatakan bahwa MADILOG adalah jalan baru menuju pemikiran yang rasional untuk menggantikan pemikiran Timur yang masih kuno. Dengan kata lain, MADILOG merupakan sebuah konsep tentang cara atau pola berpikir baru yang patut dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia untuk merdeka dan memperbaharui serta membangun dirinya. MADILOG, sebagai cara berpikir baru yang mesti dimiliki oleh masyarakat Indonesia ini memiliki sifat materialis, dialektis dan logis. 

1. Berpikir Materialis 
Materialisme pada esensinya adalah cara berpikir realistis, pragmatis, dan fleksibel di dalam memahami suatu problem yang dihadapi. Materialisme yang dikenakan dalam MADILOG merupakan sesuatu yang nyata dalam kehidupan manusia berupa alam, jiwa, semangat dan vitalitas. 
Menurut Tan Malaka, berpikir secara materialis, artinya berpikir dengan bertolak dari realitas nyata dan bukan dari takhayul-takhayul. Materialisme Tan Malaka adalah semacam pragmatisme antroposentris, di mana manusia secara rasional dianggap sebagai yang mengolah alamnya. Berhadapan dengan situasi sosial yang menindas dan keadaan yang diperparah oleh formasi sosial kapitalistik maka, senjata utama yang dipakai adalah kekuatan rasional untuk membentuk persekutuan proletariat agar mengadakan revolusi, bukannya mengharapkan Ratu Adil yang akan datang untuk membela dan membebaskan. 
Berpikir dari apa yang riil berarti melihat dan memahami realitas secara pragmatis dan fleksibel. Artinya, berpikir yang berpusat pada masalah bagaimana memperbaiki atau mengubah kehidupan secara realistis dan pragmatis. Dengan alur berpikir seperti ini maka, dibentuk jurus-jurus yang tepat untuk menanggulanginya. Dengan demikian, MADILOG yang telah ditandai pemakaian terminologi Marxis-Lenin menjadi pendorong kemajuan sosial, di mana berpikir secara MADILOG dapat dilihat sebagai daya “L’elan vital”, sebuah daya kreatif dalam proses transformasi sosial. 

2. Berpikir Dialektis
Tan Malaka sendiri mengakui bahwa berpikir dari apa yang riil mesti didukung dengan pemikiran yang dialektis. Menurut Tan Malaka, berpikir secara dialektis berarti berpikir dalam proses “tesis-antitesis-sintetis” yang dinamis. Karena itu, ia percaya bahwa dilektika berkembang dengan hukumnya sendiri yaitu “...negasi atas negasi” atau pembatalan atas pembatalan, yang bergerak dari perubahan kuantitas menuju perubahan kualitas. Karena itu, yang khas bagi dialektika materialis adalah bahwa dialektika dianggap tidak pertama-tama terdapat dalam pikiran manusia, melainkan merupakan hukum gerak dan perkembangan dari materi sendiri. Berdasarkan penjelasan ini, maka menjadi masuk akal jika Tan Malaka memandang dialektika sebagai sesuatu yang penting. Sebab menurutnya, berpikir secara dialektis merupakan hukum berpikir sebenarnya, tentang benda sebenarnya. Lawan dari berpikir dialektis adalah berpikir non-dialektis. Menurut Tan Malaka, pemikiran non-dialektis adalah penipuan diri, kelambanan, mental budak, dan penjajahan dunia Timur oleh kekuatan-kekuatan kolonial Barat. 
Dengan demikian, bagi Tan Malaka, motor penggerak perubahan sejarah adalah berpikir secara rasional murni. Dan, dengan mengutip ungkapan Hegel, ia mengatakan bahwa kemajuan masyarakat kita ini berasal dari kemajuan pikiran semata. Artinya, kemajuan pikiran manusia akan melahirkan ide-ide konstruktif dan alternatif dalam mengubah situasi yang tidak sesuai dengan keinginan individu ataupun masyarakat pada umumnya. 

3. Berpikir Secara Logis
Menurut Tan Malaka, agar berpikir realistis (aktif) dan dialektis (dinamis) itu dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka pemikiran tersebut mesti dilandasi oleh akal sehat atau logika (logis). Tekanan utama berpikir logis adalah berpikir sesuai penalaran logika yang rasional. Dengan berpikir secara rasional, Tan Malaka yakin bahwa perubahan-perubahan seperti politik, sosial-budaya, dan ekonomi akan dengan mudah dapat terjadi di negeri Indonesia. 

3. Rancangan Ekonomi Sosialis 
Tan Malaka berkeyakinan bahwa, apabila semua negara di dunia menggunakan cara berpikir MADILOG, maka sejarah dunia sedang berjalan menuju pertumbuhan masyarakat sosialis. Jalan menuju masyarakat sosialis adalah melalui revolusi menentang kaum kapitalis. Inilah cita-cita revolusi sosial yang diimpikan oleh Tan Malaka bagi kemakmuran dan kejayaan masyarakat Indonesia. 
Untuk menerapkan masyarakat sosialis di Indonesia maka, kekuatan yang perlu dibangun adalah kesadaran akan kesengsaraan dan penderitaan, pada masyarakat Indonesia sendiri. Sebab menurut Tan Malaka, sosialisme hanya dapat diterapkan di Indonesia apabila ada kekuatan lahir batin masyarakat Indonesia dan keadaan di sekitar masyarakat Indonesia. Karena itu, masyarakat petani dan kaum buruh Indonesia yang bekerja pada kaum kapitalis mesti bersatu untuk maju dan berjuang menumpas rezim kapitalisme. Dalam brosurnya yang berjudul “Rentjana Ekonomi”, Tan Malaka mengatakan bahwa, “Ekonomi sosialis merupakan rencana ekonomi yang dapat menolong rakyat Murba Indonesia keluar dari cengkraman kekuatan ekonomi kapitalis”. 
Dengan demikian, menurut Tan Malaka, usaha mendirikan perekonomian Indonesia adalah melalui keterlibatan watak rakyat Indonesia sendiri. Artinya, kaum buruh, petani, dan pedagang Indonesia harus terlibat secara nyata dan penuh dalam perencanaan dan pengolahan produksi (penghasilan), distribusi serta pertukaran barang. Karena menurut Tan Malaka, cara demikian merupakan suatu hal yang sangat baik dan tepat. Sebab dengan cara-cara seperti ini, buruh dan tani Indonesia tidak lagi teralienasi dari diri sendiri dan sesamanya. Konsekuensi logisnya, masyarakat Indonesia akan bekerja sesuai bakat, keinginan, kebutuhan dan keterampilan yang mereka miliki dan mereka akan giat bekerja karena mereka sendirilah yang akan merasakan manfaat dari apa yang mereka usahakan dan kerjakan tersebut.


KESIMPULAN
Mencermati dan memahami alur ziarah hidup Tan Malaka, tampak sepak terjang perjuangan dan pemikirannya yang orisinal dan bermutu tinggi. Di sini pemahaman tentang alur perjuangannya membuat banyak orang mengerti mengapa kehidupannya dramatis dan berakhir dengan kematiannya yang tragis. 
Kecerdasan otak Tan Malaka, membuat dia berani mengajarkan pemikiran yang baru dengan menentang dogmatisme, melawan fanatisme sempit serta menentang kekuatan kapitalis imperialis yang berkuasa. Ia amat menghargai kebebasan berpikir. Hal itu menyebabkan dia berhasil melahirkan dan mengembangkan pemikiran-pemikiran yang orisinal, berbobot dan brilian dalam karya yang besar, MADILOG. 
Ajarannya merupakan sebuah daya l’ elan vital yang menjadi daya kreatif bagi masyarakat Indonesia dalam proses transformasi sosial. Berkaitan dengan transformasi sosial, yakni menuju masyarakat Indonesia yang merdeka dan sosialis, Tan Malaka menegaskan bahwa berpikir dengan cara MADILOG mendorong anak bangsa untuk bergerak maju menuju perubahan sosial yakni masyarakat ekonomi sosialis. Karena itu, segala bentuk penguasaan kapitalis harus disingkirkan, ditumpas dan ditumbangkan. 
Dengan demikian, dalam pokok bahasan selanjutnya kita dituntun untuk memahami konsep sosialisme Tan Malaka dalam perspektif Indonesia. Di sini kita akan menemui ide Ekonomi sosialis yang dikehendakinya dan bagaimana Revolusi sosial digerakan di Indonesia agar masyarakat petani, buruh, pekerja pabrik, pegawai kantor dan petugas stasiun dapat menguasai alat produksi. Sebab dengannya, mereka dapat bekerja sesuai kebutuhan, keterampilan dan keinginan, bukannya bekerja atas kemauan dan kebutuhan pihak majikannya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Perspektif - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger