KUALITAS SDM INDONESIA BERKELAS KAMBING - Perspektif
Headlines News :
Home » » KUALITAS SDM INDONESIA BERKELAS KAMBING

KUALITAS SDM INDONESIA BERKELAS KAMBING

Written By DPTK sepetak on Jumat, 26 November 2010 | 12.20

Oleh : Bonie Debond
Pada 25 November 2010

Sistem pendidikan yang baik dan benar mempengaruhi "mutu"pendidikannya, mutu pendidikan yang baik akan menghasilkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas pula, SDM yang berkualitas membuat suatu bangsa menjadi besar, kuat, dan bermartabat, sehingga terciptalah kemakmuran, kesejahteraan, dan kemajuan dalam segala bidang. Hal ini sejalan apa yang disampaikan oleh S.Sumahamijaya,dkk (2002:6) menyatakan, "Sistem pendidikanyang benar dan baik, akan menjadikan suatu bangsa maju dan jaya, bahkan bisa menjadi bangsa nomor wahid di dunia, sehingga dihormati oleh bangsa dan negara mana pun. Namun jika terjadi sebaliknya, yakni karena sistem pendidikan yang salah dan bobrok, maka suatu bangsa menjadi kelas kuli, jongos, pengemis, tidak bermartabat dan tidak berwibawa, yang akhirnya menjadi bulan-bulanan bangsa-bangsa lain di dunia ini". Ciri-ciri SDM yang berkualitas unggul adalah yang berkarakter MANDIRI, berwatak KERJA KERAS, tekun belajar dan menghargai waktu,PANTANG MENYERAH dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, selalu PROAKTIF dalam mencari dan menemukan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi.

Ada yang berpendapat bahwa mutu pendidikan di Indonesia sangat rendah. Ada juga yang menyatakan bahwa mutu pendidikan kita sudah sangat terpuruk tinggal menuju jurang kehancuran. Apakah memang sedemikian parahkah pendidikan kita, sehingga negeri kita dicap sebagai negara terendah SDM-nya? Neagara yang dicap kualitas SDM kelas kambing (inferior), bukan kelas kakap(superior). Hal ini perlu dijadikan sebagai bahan renungan kita semua. Memikirkan upaya apa yang harus dilakukan kiranya kita dapat mendongkrak kualitas pendidikan bangsa ini.

Salah satu bukti rendahnya mutu pendidikan di Indonesia terlihat dari laporan International Education Achievement (IEA). Menurut IEA dalam Isjoni (2006:20), kemampuan membaca untuk tingkat SD siswa Indonesia berada dalam urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara kemampuan Matematika siswa SLTP Indonesia berada dalam urutan ke-39 dari 42 negara. Adapun kemampuan IPA, Indonesia masuk dalam urutan ke-40 dari 42 negara. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asean ternyata posisi Indonesia tetap berada pada urutan bawah. "Dari komparasi internasional, mutu pendidikan di Indonesia juga kurang menggembirakan. Human Development Index (HDI), Indonesia menduduki peringkat ke-102 dari 106 negara yang disurvei, satu peringkat di bawah Vietnam. Survei The Political Economic Risk Consultan (PERC) melaporkan Indonesia berada di peringkat 12 dari 12 negara yang disurvei, juga satu peringkat di bawah Vietnam" (S.Sumahamijaya,dkk. 2002:17). Data ini diungkapkan lagi oleh Saudara Totok Ariyanto, praktisi dan pemerhati pendidikan: "Hasil survei Political and Economic Risk consultation (PERC) menyatakan, dari 12 negara di Asia, Indonesia adalah negara paling buruksistem pendidikannya".

Akibat fatal dari sistem pendidikan nasional yang bobrok itu, kita semua menuai hasilnya berupa krisis MULTIDIMENSI yang sangat mengerikan. Salah satu keterpurukan yang disebabkan oleh sistem pendidikan yang bejat itu, adalah masalah pengangguran. Masalah pengangguran ini tidak bisa dilihat dengan sebelah mata, masalah ini harus ditangani secara ekstra serius. Angka pengangguran di negeri ini sudah sangat mengerikan! Mengapa masalah pengangguran ini dianggap sebagai masalah yang sangat urgent dan crucial untuk segera ditangani? Jawabannya sangat tegas, yaituPENGANGGURAN adalah akar KEMISKINAN; kemiskinan adalah akar KEJAHATAN (kriminalitas); kejahatan adalah akarKEHANCURAN atau keterpurukan. Sekali lagi bangsa ini sudah hancur dan terpuruk dalam skala multidimensi!

Semua mata anak bangsa hari ini, menyaksikan keadaan negara ini sudah porak-poranda, berantakan dalam segala bidang kehidupan, mengerikan. Negeri ini terjerat oleh hutang yang luar biasa besarnya kepada negara-negara atau pihak-pihak lain. Betapa besar dosa para pemimpin negeri ini karena membebankan hutang itu kepada rakyat yang tidak berdosa. The Odious Debt (hutang najis) itu dibebankan kepada anak cucu yang tidak tahu menahu sehingga mereka menjadi korban dari hutang biadab itu. Beginilah potret bangsa dan negeri yang diberi julukan "zambrut di khatulistiwa". Zambrut-zambrutnya sudah tergadai bahkan sering dicuri oleh bangsa-bangsa lain. Ketergantungan bangsa ini kepada negra-negara lain atau pihak-pihak lain, telah berlangsung pada zaman ORLA, ORBA, dan sampai sekarang ini.Akibatnya negeri ini menjadi sakit parah dan tidak normal lagi, oleh karena itu demi keselamatan bangsa dan negara ini, demi keselamatan anak cucu kita semua di masa depan, mulai sekarang pendidikan kita harus mengutamakan pendidikan karakter mandiri. Memang sudah sangat terlambat, tetapi later is better than ever!

Hal ini sejalan apa yang disampaikan oleh mantan wakil presiden Republik Indonesia Mohammad Hatta, dalam S.Sumahamijaya,dkk (2002:33), menyatakan: "Yang diperlukan sekali bagi pemuda kita ialah karakter. Rakyat Indonesia, yang mencita-citakan derajat yang sama dengan bangsa lain di dunia ini, lebih butuh pemimpin yang mempunyai karakter. Sebab itu mendidik karakter itulah yang patut diusahakan benar. Bukan kepintaran yang di utamakan di sini, melainkan karakter, watak teguh yang disertai oleh kemauan. Karakter didahulukan daripada kepintaran. Orang yang mempunyai karakter mudah mencapai kepintaran itu. Tetapi kepintaran saja tidak dapat membangun karakter yang tak ada pada seseorang.Ilmu hanya maju di tangan orang yang punya karakter".

Menurut S.Sumaha mijaya,dkk (2002:34), seseorang yang berkarakter (bermental) mandiri, setelah tamat dari sekolahnya, ia akan menggunakan ilmunya untuk menciptakan lapangan kerja (job creation) dan menghasilkan uang (money making). sedangkan seseorang yang bermental pegawai atau kuli, setelah menamatkan sekolahnya, akan menggunakan ilmunya untuk mencari kerja (jon seeking), dan memboros-boroskan uang (money wasting), serta bergantung kepada pihak-pihak lain. Dengan demikian sudah saatnya istilah siap pakai harus dikubur dalam-dalam, harus segera diganti dengan istilah siap mandiri. Sebab istilah siap pakai terkandung konotasi negatif, sedangkan siap mandiri bersifat aktif, dinamis, kreatif, produktif dan progresif.

Akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, jumlah pengangguran terus meningkat. Keadaan ini diperparah dengan masuknya tenaga kerja lulusan SLTP dan sekolah menengah yang tidak mampu melanjutkan pendidikannya. Oleh sebab itu perlu adanya perubahan mutu dan orientasi pendidikan, di mana lulusan tidak hanya diarahkan sebagai white color jobs, melainkan perlu dipersiapkan sebagai pencipta kerja. Salah satu alternatifnya adalah "pendidikan karakter mandiri berbasis kecapapan hidup (life skills) dan kewiraswastaan". Kondisi mutu pendidikan kita yang carut-marut ini, hendaknya tidak untuk ditangisi dan disesali, akan tetapi tentunya secara bersama-sama kita temukan solusinya. Semua fihak terkait, dengan fungsi dan wewenangnya, berupaya untuk menemukan strategi yang tepat bagaimana kondisi pendidikan kita dapat meningkat.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Perspektif - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger